SANG GADIS, CINTA DAN CACING

Dia seorang gadis remaja yang mulai merasakan benih-benih cinta. Cinta yang menjadikannya kenyang tanpa harus malahap nasi. Cinta yang membuatnya selalu harum mewangi walaupun mandi terkadang sehari sekali. Cinta yang membuatnya pulas walau jarang memejamkan mata. Raganya seolah terbang melambung tinggi menari-nari di angkasa luas, bertegur sapa ditemani angin mendendangkan lagu rindu untuk yang dicinta. Terkadang dia diam, lesu tak bergairah saat sang pujaan hati tiada berita. Atau terkadang karena yang dicinta membuat ulah seumpama Sinchan merepotkan mamanya.
Senyum manisnya selalu mengembang saat sang ponsel idaman mengabarkan sinyal-sinyal cinta dari sang belahan jiwa. Apapun yang sedang ia kerjakan tanpa menuggu komando semua istirahat di tempat, diam tak bergerak, sampai jari lentik sang gadis menjamahnya. O.....................tragis jika barang-barang antik itu harus merasakan sentuhan kasarnya, karena sang gadis sedang berdalih...”Aduh! tugasku belum selesai!
Bruakk bummmm....... wah berantakan! Pena, buku, semua dah bercampur di cucian piring...ckckck......ckkck.... senyum indah itu tak lagi mengembang sempurna…lebih tepatnya senyum yang tak lagi terkategorikan manis! Tapi masam! Perut yang tak pernah merasa lapar kini riuh mendendangkan syair duka cita karena si cacing menangis menagih umpan sejatinya. Ia tak lagi merasa cinta sang gadis mampu membuatnya bertahan….lemas tak berdaya. Cacing marah!benar saja! Cacing marah besar! Brukkkk! Bleep! sang gadis ambruk di depan pintu kamar mandi…dengan segenggam hanphone cintanya. Sang gadis pun dapat memejamkan mata walau sejenak……