Sejarah Tanzimat

Pemuka utama dari pembaharuan di zaman tanzimat ialah Mustafa Rasyid Pasya. Ia lahir di Istambul di tahun 1800 dan pada mulanya mempunyai didikan madrasah. Kemudian Ia menjadi pegawai pemerintah, meningkat dalam kedudukan dan di tahun 1834 dikirim sebagai duta besar ke Paris. Di kota ini ia dapat menguasai bahasa Perancis dan berkenalan dengan ide-ide baru yang dilahirkan revolusi Perancis. Selain dari di Perancis ia juga menjadi duta besar Kerajaan Usmani di beberapa negara lain. Kemudian ia diangkat menjadi menteri luar negeri di tahun 1839 dan selanjutnya perdana menteri.

            Mustafa Sami, yang sebagai Mustafa Rasyid Pasya pernah berkunjung ke Eropa merupakan pemikir yang juga mempunyai pengaruh pada pembaharuan di zaman Tanzimat. Sebagaimana telah dilihat, kemajuan Eropa menurut pendapatnya dihasilkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.

            Sebab lain bagi kemajuan itu, ia lihat dalam toleransi beragama dan kemampuan orang Eropa melepaskan diri dari ikatan-ikatan agama. Di samping itu ia lihat pula bahwa antara peradaban Eropa baru dan peradaban lamanya terdapat suatu hubungan yang tidak terputus. Sebab lain lagi ialah pendidikan universal bagi pria dan wanita. Sehingga umumnya orang di Eropa pandai membaca dan menulis.

            Seorang pemuda Tanzimat lain yang pemikirannya lebih banyak diketahui adalah Mehmed Sidik Rifat Pasya (1807-1856) setelah selesai dari pendidikan madrasah ia melanjutkan pelajaran di Sekolah Sastra yang khusus diadakan untuk calon-calon pegawai istana. Ia cepat meningkat dalam jabatan-jabatan yang dipegangnya. Di tahun 1834 ia diangkat menjadi Pembantu Menteri Luar Negeri dan selanjutnya Menteri Keuangan. Untuk pelaksanaan pembaharuan diadakan dewan Tanzimat, dan ia pernah menjadi ketua dari dewan itu.

            Pokok-pokok pemikiran yang dimajukan Sadik Rifat adalah yang berikut peradaban dan kemajuan modern Barat dapat diwujudkan karena adanya suasana damai dan hubungan baik antara neagara-negara Eropa. Kemakmuran suatu Negara bergantung pada kemakmuran rakyat dan kemakmuran rakyat dapat diperoleh dengan menghilangkan pemerintahan Absolut. Dalam pemerintahan sewenang-wenang rakyat merasa tidak aman dan tenteram. Hal ini akan membuat mereka kurang giat berusaha dan bekerja. Kejujuran dalam pekerjaan hilang, korupsi banyak dijalankan dan orang lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan umum. Produktivitas menurun dan ini akhirnya akan membawa kepada kejatuhan Negara. Hal inilah, tidak adanya rasa ketenteraman baik di kalangan rakyat maupun di kalangan pegawai yang menjadi sebab utama bagi kemunduran dan kelemahan Kerajaan Usmani.

            Obatnya ialah pengadaan undang-undang dan peraturan, negara harus tunduk pada undang-undang dan peraturan. Negara haruslah merupakan negara hukum. Di samping itu perlu pula difikirkan kesejahteraan rakyat. Untuk itu, pertanian dan perdagangan perlu ditingkatkan. Selanjutnya hak rakyat harus dijamin dan keadilan didirikan. Kepentingan rakyat perlu diperhatikan karena pemerintah didirikan adalah untuk kepentingan rakyat dan bukan sebaliknya ranyat untuk kepentingan pemerintah. Sikap sewenang-wenang dari pemerintah akan menimbulkan rasa  permusuhan di kalangan rakyat terhadap pemerintah. Dalam tulisannya, ia banyak memakai kata halk (rakyat), millet (bangsa), hukuk(hak), dan hurriyet (kemerdekaan, kebebasan).

            Ide-ide yang dicetuskan Sadik Rifat ini bagi zaman itu adalah baru sekali. Di zaman feodal itu orang tidak kenal pada peraturan, hukum, hak dan kebebasan. Pada waktu itu petani lebih banyak merupakan budak bagi tuan tanah dan rakyat budak bagi sultan.

            Pemikiran Sadik Rifat sejalan dengan pemikiran Mustafa Rasyid Pasya yang pada waktu itu mempunyai kedudukan sebagai Menteri Luar Negeri. Atas pengaruhnya berhasillah langkah pertama dalam pengadaan undang-undang negara dipatuhi dan oleh karena itu kerajaan menjadi besar serta kuat dan rakyat hidup dalam kemakmuran.

Ahmad Syaukani menambahkan bahwa pada tahun 1839, Sultan yang menggantikan Mahmud II yaiu Abdul majid mengeluarkan Piagam Gulhane yang menjelaskan bahwa pada masa permulaan Kerajaan Usmani syari’at danundang-undang negara dipatuhi sehingga kerajan menjadi besar dan kuat dan rakyat hidup dalam kemakmuran, tetapi pada masa seratus lima puluh tahun terakhir syari’at dan undang-undang tak dipehatikan lagi, dan sebagai akibatnya kemakmuran rakyat hilang untuk digantikan oleh kemiskinan dan kebesaran negara lenyap untuk ditukar oleh kelemahan. Oleh karena itu, perlulah diadakan perubahan-perubahan yang membawa kepada pemerintahan yang baik. Dasar-dasar untuk perubahaan itu adalah:

1.      Terjaminnya ketenteraman hidup, harta dan kehormatan warga negara.

2.      Peraturan mengenai pemungutan pajak.

3.      Peraturan mengenai kewajiban dan lamanya dinas militer.

Selanjutnya dijelaskan bahwa orang tertuduh akan diadili secara terbuka dan sebelum ada pengadilan pelaksanaan hukuman mati dengan racun atau jalan lain tidak dibolehkan. Pelanggaran terhadap kehormatan seseorang juga tidak lagi diperkenankan. Hak milik terhadap harta dijamin dan tiap orang mempunyai kebebasan terhadap harta yang dimilikinya. Ahli waris k mewarisi dan demikian pula harta yang kena hukum pidana tidak boleh disita. Ketentuan-ketentuan ini berlaku untuk semua lapisan rakyat dan untuk semua golongan agama tanpa ada pengecualian. Lebih lanjut piagam itu menegaskan bahwa semua pegawai kerajaan akan menerima gaji yang sepadan dengan tugasnya dan oleh karena itu akan dikeluarkan undang-unddang keras terhadap korupsi yang di masa lampau menjadi sebab utama bagi kemunduran Kerajaan Usmani.

Atas dasar piagam ini terjadilah pembahauan-pembaharuan ada berbagai institusi kemasyarakatan Kerajaan Usmani. Salah satu ialah pembaharuan dalam bidang hukum. Dewan hukum yang dibentuk oleh Sultan Mahmud II diperbanyak anggotanya dan diberi kekuasaan membuat undang-undang. Kodifikasi hukum dimulai dan sebagai sumber hukum disamping syari’at dipakai pula sumber-sumber di luar agama, diantaranya hukum Barat. Di tahun 1840 keluarlah hukum-hukum pidana baru dan di tahun 1850 hukum dagang baru. Di tahun 1847, didirikan mahkamah-mahkamah baru untuk urusan pidana dan sipil.

Dalam bidang pemerintahan, pembaharuan diadakan dengan mengajak rakyat memberikan pendapat tentang soaal-soal negara dan administrasi. wakil-wakil rakyat dari daerah-daerah diundang datang ke Istambul pada tahun 1845. Karena terlalu baru bagi rakyat, sistem musyawarah dalam soal kenegaraan tidak dapat berjalan dengan baik. Sebagai gantinya Sultan mengirim utusan-utusan ke daerah-daerah untuk meninjau keadaan dan pendapat daerah tentang usaha pembaharuan yang sedang dijalankan. Laporan mereka dipakai Pemerintah Pusat sebagai pegangan untuk usaha-usaha pembaharuan selanjutnya.

Pembaharuan dalm lapangan keuangan diadakan dengan mendirikan Bank Usmani di tahun 1840. Mata uang lama ditarik dari peredaran untuk diganti dengan mata uang baru dengan memakai sistem desimal.

Pendidikan umum dilepaskan dari kekuasaan kaum ulama dan diserahkan kepada kementrian pendidikan yang dibentuk pada tahun 1847. Di samping pembangunan sekolah-sekolah menengah, direncanakan pula pembentukan universitas, tetapi tidak berhasil. Bagaimana pun sistem pendidikan menengah barat telah mulai memasuki masyarakat kerajaan Usmani abad kesembilan belas.

Pada tahun 1856 di umumkan lagi suatu piagam baru, hatt-I Humayun, yang lebih banyak mengandung pembaharuan terhadap kedudukan orang Eropa yang berada dibawah kekuasaan Kerajaan Usmani. Ini tidak mengherankan, karena piagam Humayun, sebenarnya diadakan atas desakan negara-negara Eropa pada kerajaan Usmani pada waktu itu telah dalam keadaan lemah dan selalu mengalami kekalahan dalam peperangan. Negara-negara Eropa mau menjamin keutuhan kerajaan Usmani kalau yang disebut akhir ini bersedia memberi lebih banyak hak-hak yang sama kepada rakyatnya yang bukan beragama islam yang bukan beragama islam dan bukan berasal Turki, terutama bangsa Eropa, sehingga antara mereka dan rakyat islam Turki ada perbedaan lagi. 

Dalam pendahuluan piagam ini disebut bahwa tujuannya ialah memperkuat jaminan-jaminan yang tercantum dalam piagam Gulhane. Selanjutnya disebut bahwa masyarakat Kristen dan bukan islam lainnya diperbolehkan mengadakan pembaharuan-pembaharuan yang mereka perlukan dan mendirikan rumah-rumah sakit dan tanah-tanah pemakaman. Semua perbedaan yang ditimbulkan oleh perbedaan agama, perbedaan bahasa dan perbedaan bangsa dihapuskan kebebasan beragama dijamin dan dipaksa untuk dapat merubah agama dilarang. Seluruh rakyat, tanpa pilih bulu dapat menjadi pegawai Kerajaan Usmani. Perkara yang timbul antara rakyat yang berlainan agama akan diselesaikan oleh Mahkamah Campuran. Undang-undang yang akan dipakai dalam Mahkamah baru ini segera akan disusun. Rakyat yang beragama Kristen dan rakyat yang bukan Islam lainnya diperbolehkan masuk Dinas Militer. Orang asing diberi hak untuk memiliki tanah di daerah kekuasaan Kerajaan Usmani, perbedaan besarnya pajak yang dipungut dari rakyat dihapuskan. Pajak bagi rakyat Islam dan bukan Islam akan sama besarnya.

Pembaharuan-pembaharuan lain yang dikandung piagam Humayun antara lain adalah pengadaan belanja tahunan Negara, pembukaan bank-bank asing, pemasukan kapital Eropa ke Kerajaan Usmani, pengadaan undang-undang dagang, penghapusan hukum bunuh terhadap orang yang keluar dari Islam dan pemasukan anggota-anggota bukan Islam ke dalam Dewan Hukum. Dalam pada itu, telah pula dibentuk Majlis Agung Pembaharuan (majles-I Ali-I Tanzimat) untuk mengurus usaha-usaha pembaharuan yang diadakan.

Pembaharuan sesudah pengumuman Piagam Humayun dipimpin oleh Ali Pasya  (1815-1871) dan Fuad Pasya (1815-1869), kedua-duanya murid dari Mustafa Rasyid Pasya, cepat menjadi pegawai istana dan kemudian cepat pula meningkat sehingga ia dikirim Sebagai Duta Besar ke London di tahun 1840. Sebelum itu, ia telah acap kali menjadi staf perwakilan kerajaan Usmani di berbagai negara di Eropa. Di tahun 1852 ia menggantikan Rasyid Pasya sebagai perdana menteri.

Fuad Pasya adalah lulusan dari sekolah kedokteran yang didirikan Sultan Mahmud II dan selanjutnyaa selalu dikirim ke Eropa untuk bekerja pada perwakilan-perwakilan Kerajaan Usmani yang ada di sana. Di tahun 1852, ia diangkat oleh Ali Pasya sebagai Menteri Luar Negeri.

Di bawah pimpinan mereka diadakan penyempurnaan dalam hukum pidana, hukum daagang dan hukum maritim sebagai sumber untuk pembaharuan dalam bidang hukum ini dipakai hukum Perancis. Pembaharuan dilakukan pula dalam hak-milik tanah. Sistem feodalisme telah mulai dihapuskan di zaman Sultan Mahmud II. Hak memiliki dan hak memakai tanah diatur petani yang dahulu merupakan budak bagi tuan tanah, menurut peraturan baru dapat memiliki tanah dengan hak menjual atau mewariskannya kemudian.

Selanjutnya di tahun 1867, dikeluarkan undang-undang yang memberi hak kepada orang-orang asing untuk memilki tanah di Kerajaan Usmani. Di tahun itu juga didirikan Mahkamah Agung. Dalam bidang pendidikan pembaharuan datang dalam bentuk pembukaan sekolah Galatasaray di tahun 1868. Di sini diberikan pendidkan umum dalam Bahasa Perancis dan di sekolah itu, siswa Islam dan bukan Islam duduk berdampingan sebelumnya masing-masing golongan agama mempunyai sekolah tersendiri. Sekolah Galatasaray mempunyai peranan dalam menghasilkan pemimpin-pemimpin pembaharuan untuk masa selanjutnya di Turki. Pembaharuan yang dilakukan di zaman Tanziman tidak seluruhnya mendapatkan penghargaan bahkan mendapat kritik daari kaum intelegensia Kerajaan Usmani yang ada pada waktu itu. Kritik yang banyak dimajukan terhadap pembaharuan tanzimat berkisar sekitar hal-hal berikut:

Kedua piagam yang menjadi dasar pembaharuan mengandung paham sekularisme dan dengan demikian membawa sekularisasi dalam berbagai institusi kemasyarakatan terutama dalam institusi hukum. Piagam Gulhane menyatakan penghargaan tinggi pada syari’at tetapi dalam pada itu mengakui perlunya diadakan sistem hukum baru. Hukum baru yang disusun banyak dipengaruhi oleh hukum Barat, umpamanya hukum pidana dan hukum dagang. Selain itu diadakan pula mahkamah-mahkamah yang bersifat sekuler, di samping mahkamah-mahkamah syari’at yang lama. Tidak mengherankan kalau timbul kecaman bahwa syari’at tidak dihargai lagi bahkan terkadang telah dilanggar. Hukum baru itu tidak dapat dikatakan hukum Barat dan tidak pula dapat dikatakan hukum Islam tetapi suatu hukum yang tidak efektif untuk mengatur masyarakat Kerajaan Usmani abad ke-19.

Kritik ditunjukkan pula terhadap pro Barat yang dianut pemuka-pemuka Tanzimat. Sikap pro Barat itu membuka pintu bagi masuknya pengaruh dan turut campurnya negara-negara Barat dalam soal intern Kerajaan Usmani. Hal itu akhirnya membawa kepada jatuhnya kekuatan ekonomi negara ini. Kerajaan Usmani  menjadi lemah dalam menghadapi Eropa.

Sikap otoriter yang dipakai sultan dan  menteri-menterinya dalam melaksanakan pembaharuan Tanzimat juga mendapat kritik keras. Kekuasaan absolut sultan bertambah besar setelah Sultan Mahmud II dapat menghancurkan Yeniseri. Sebagai diketahui Yeniseri di masa lampau merupakan suatu kekuatan yang dapat mengadakan control terhadap kekuasaan absolut sultan. Yeniseri ditakuti bukan hanya karena senjata mereka tetapi karena hubungan mereka yang erat dengan tarekat Bekhtasyi. Tarekat Bekhtasyi mempunyai pengikut yang besar di kalangan masyarakat. Kaum ulama yang tidak setuju dengan pembaharuan yang berbau Barat, yang disokong oleh umat yang berada di belakang mereka juga merupakan suatu kekuatan sosial yang disegani sultan. Tetapi kedudukan kaum ulama menjadi lemah setelah institusi wakaf sebagai sumber keuangan ditarik dari bawah kekuasaan mereka.

Dengan hilangnya oposisi dalam ketiga bentuk tersebut, kekuasaan sultan dan pemerintahannya bertambah absolut dan dengan demikian kebebasan berfikir dan bergerak tidak terdapat. Hal serupa ini payah dapat diterima oleh golongan intelegensia.

sumber : Syaukani, Ahmad. Pemikiran Modern di Dunia Islam, Pustaka Setia: Bandung, 2001