Usmani Muda

Harun Nasution menjelaskan bahwa golongan Intelegensia Kerajaan Usmani yang banyak menentang kekuasaan absolut Sultan dikenal dengan nama Usmani Muda (Yeni Usmanlilar- Young ottoman). Pemikiran-pemikiran yang dimajukan pemuka-pemuka Usmani mudalah yang mempengaruhi pembaharuan yang diadakan sesudah zaman Tanzimat. Zaman Tanzimat berakhir dengan wafatnya Ali Pasya di tahun 1871. Sebagai Perdana Menteri, Ali Pasya tidak menentang kekuasaan Absolut Sultan Abdul mengherankan kalau antara pemuka-pemuka Usmani Muda dan Ali Pasya serta Fuad Pasya terdapat rasa permusuhan, sungguhpun kesemua mereka sebenarnya adalah murid-murid dari Mustafa Rasyid Pasya.

Usmani Muda pada asalnya merupakan perkumpulan rahasia yang didirikan di tahun 1865 dengan tujuan untuk merubah pemerintahan absolut Kerajaan Usmani menjadi pemerintahan konstitusional. Setelah rahasia terbuka pemuka-pemukanya lari ke Eropa di tahun 1867 dan di sanalah gerakan mereka memperoleh nama Usmani Muda. Sebagian dari mereka kembali ke Istambul setelah Ali Pasya tiada lagi.

            Salah satu pemikir Usmani Muda adalah Ziya Pasya (1825-1880) anak seorang pegawai kantor cukai di Istambul. Setelah menyelesaikan pelajaran pada sekolah suleymaniye yang didirikan oleh Sultan Mahmud II ia diangkat menjadi pegawai pemerintah selagi masih berusia muda. Atas usaha Mustafa Rasyid Pasya ia pada tahun 1854 diterima menjadi salah satu Sekretaris Sultan. Untuk keperluan tugas baru ini ia mulai mempelajari Bahasa Perancis , sehingga ia dapat menguasainya dan dapat menterjemahkan buku-buku Perancis ke dalam bahasa Turki. Permusuhannya dengan Ali Pasya membuat ia terpaksa pergi ke Eropa di tahun 1867 dan tinggal di sana selama lima tahun.

            Agar dapat digolongkan dalam kumpulan negara-negara yang maju, Kerajaan Usmani, demikian pendapatnya harus memakai sistem pemerintahan konstitusional. Negara Eropa maju karena di sana tidak terdapat lagi pemerintahan absolut kecuali di Rusia. Bahkan Rusia pun telah mulai mengarah kepada pemerintahan konstisusional. Karena Kerajaan Usmani dipandang masuk dalam keluarga-keluarga negara Eropa, tidaklah pada tempatnya kalau Kerajaan Usmani mempunyai sistem pemerintahan yang berlainan dengan seluruh Eropa.

            Dalam sistem pemerintahan konstitusional harus ada Dewan Perwakilan Rakyat, dan adanya dewan serupa ini oleh pihak istana ditakuti akan menghancurkan kekuasaan Sultan. Zia memajukan hadits “Perbedaan pendapat di kalagnan ummatku merupakan rahmat dari Tuhan”, sebagai alasan untuk perlu adanya Dewan Perwakilan Rakyat, di mana perbedaan pendapat itu ditampung dan kritik terhadap pemerintah dimajukan untuk kepentingan umat seluruhnya.

            Dalam mengadakan pembaharuan, Zia tidak setuju dengan pendirian meniru Barat dalam segala-galanya. Sebagai orang yang kuat berjiwa Islam, ia menentang pendapat yang telah mulai banyak tersiar di waktu itu, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa Islam merupakan penghalang dari kemajuan.

            Pemikir terkemuka dari Usmani Muda adalah Namik Kemal (1840-1888). Ia berasal dari keluarga golongan atas dan oleh Karena itu orang tuanya sanggup menyediakan pendidikan khusus baginya di rumah. Di samping pelajaran bahasa Arab dan Persia, kepadanya diberikan pula pelajaran bahasa Perancis. Dalam umur belasan tahun ia diangkat menjadi pegawaai di kantor penerjemahan dan kemudian dipindahkan menjadi pegawai di Istana Sultan.

            Ia cepat jatuh ke bawah pengaruh Ibrahim Sinasi (1826-1871) seorang satrawan kenamaan yang pernah belajar ke Perancis dan dikenal sebagai orang yang banyak dipengaruhi oleh ide-ide Barat. Di dalam tulisan-tulisan Sinasi banyak terdapat kata-kata hak rakyat, kebebasan dalam mengutarakan pendapat ide-ide liberal, pendapat umum, kesadaran nasional, pemerintahan dan konstitusional dan sebagainya. Di tahun 1861 ia menerbitkan surat kabar bernama Tasvir-i Efkar, yang banyak mempunyai pengaruh dalam kebangkitan intelektual di Kerajaan Usmani abad ke-19.

            Namik Kemal banyak dipengaruhi oleh pemikir-pemikiran Sinasi, dan ketika yang tersebut akhir ini lari ke Paris di tahun 1865, pimpinan Tasvir-i Efkar dipegang Namik Kemal Sendiri. Tetapi tulisan-tulisannya juga membuat ia terpaksa lari ke Eropa pada tahun 1867. Di tahun 1870 ia dibolehkan kembali ke Istambul tetapi tiga tahun kemudian ia ditangkap dan dipenjarakan di pulau Siprus. Tulisannya dianggap terlalu berbahaya. Ia dibebaskan dan dapat kembali ke Istambul, setelah jatuhnya Sultan Abdul Aziz pada tahun 1876.

            Sebagai Zia Pasya, Namik Kemal juga mempunyai jiwa  Islam yang baik. Ide-ide Barat tidak ia terima begitu saja tetapi ia coba menyesuaikannya sesuai dengan ajaran Islam. Jiwa Islamnya itu pulalah yang membuat ia mau memberikan kritik keras terhadap pembaharuan tanzimat. Dalam pembaharuan  itu ia melihat bahwa ajaran-ajaran Islam sudah kurang diindahkan dan selanjutnya sebagai model pembaharuan terlalu banyak dipakai institusi-institusi sosial Barat yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat Timur.

            Sebab-sebab yang membawa kepada kemunduran Kerajaan Usmani, menurut pendapatnya terletak pada keadaan ekonomi dan politik yang tidak beres. Jalan pertama yang harus ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi dan politik itu ialah perubahan sistem pemerintah absolute menjadi pemerintahan konstitusional. Betul telah ada Piagam Gulhane dan piagam Humayun, tetapi keduanya belum merupakan konstitusi yang di dalamnya terdapat pemisahan antara kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif.

            Berbicara tentang politik, Namik Kemal berpendapat bahwa rakyat sebagai warga negara mempunyai hak-hak politik yang harus dihormati dan dilindungi negara. Kedaulatan terletak di tangan rakyat seluruhnya, dan tidak di tangan orang lain. Di atas kedaulatan raakyat tidak ada kedaulatan manusiawi yang lebih tinggi.

            Negara yang baik adalah negara yang memakai kedaulatan rakyat sebagai pondasi dan di samping itu juga menjamin tidak dilanggarrya hak-hak rakyat. Yang dikehendaki Namik Kemal adalah pemerintahan demokrasi dan pemerintahan serupa ini menurut pendapatnya tidak bertentangan dengan ajaraan Islam. Negara Islam yang dibentuk dan dipimpin empat khalifah besar, sebenarnya mempunyai corak demokrasi. Sistem bai’ah yang terdsapat dalam pemerintahan khilaafah pada hakikatnya merupakan kedaulatan rakyat.

Dalam mengurus negara, khalifah selanjutnya tidak boleh melanggar syari’at. Dengan demikian syari’at sebenarnya merupakan konstitusi yang harus dipatuhi oleh kepala negara.

            Selanjutnya, Musyawaarat adalah dasar-dasar penting dalam soal pemerintahan dalam Islam. Sistem musyawarat ini memperkuat corak demokrasi pemerintah Islam. Pembuat hukum dalam Islam ialah kaum ulama dan yang melaksanakan hukum adalah pemerintah.    Namik Kemal berpendapat bahwa sistem pemerintahan konstitusional tidaklah merupakan bid’ah dalam Islam. Pemasukan sistem itu ke dalam tubuh pemerintahan Kerajaan Usmani tidak pula akan merupakan hal yang baru. Pemerinthan usmani masa lampau jika dilepaskan dari sifat otokrasinya adalah pemerintahan yang sah yang di dalamnya kaum ulama memegang kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dipegang oleh Sultan dan para Menteri sedang kekuasaan kontroil terletak di tangan Yeniseri sebagai angkatan atau rakyat bersenjata.

            Di antara ide-ide lain yang dibawa Namik Kemal terdapat ide cinta tanah air. Tanah air yang dimaksud ahli fikir itu belumlah tanah air Turki, tetapi seluruh daerah kerajaan Usmani. Konsep tanah airnya tidak sempit. Sebagai orang  yang dijiwai ajaran Islam, ia melihat perlunya diadakan persatuan seluruh umat Islam di bawah pimpinan Kerajaan Usmani sebagai negara Islam yang trbesar dan terkuat di waktu itu. Persatuan itu membentuk Pan-Islam dan tujuannya ialah sama-sama mempelajari dan menyesuaikan peradaban modern dengan ajaran-ajaran Islam untuk selanjutnya disiarkan di seluruh Asia dan Afrika.

            Orang kuat dari kalangan pemerintah yang berdiri di belakang pengadaan konstitusi itu adalah Midhat Pasya (1822-1883), anak seorang Hakim Agama. Di tahun 1872, ia diangkat menjadi perdana menteri oleh Sultan Abdul Aziz, tetapi karena selalu bentrokan dengan kekuasaan absolut sultan, ia diberhentikan beberapa bulan kemudian.

            Dalam pada itu, keadaan ekonomi negara bertanbah memburuk, demonstrasi dan huru-hara terjadi dan akhirnya pada tanggal 30 Mei 1876, Sultan Abdul Aziz dijatuhkan atas dasar fatwa yang dikeluarkan oleh Syeikh Al-Islam Kerajaan Usmani. Sebagai gantinya diangkat Murad V. Sebelum memegang jabatan, beliau berada dalam pengasingan. Ia diasingkan oleh Sultan Abdul Aziz setelah rahasia hubungannnya dengan Usmani Muda terbuka yang pada akhirnya ia terpaksa dijatuhkan dari kekuasaannya dengan alasan sakit mental. Sebagai ganti dicalonkan saudaranya Abdul Hamid. Midhat Pasya telah berjumpa dengan Abdul Hamid dan berhasil memperoleh janji akan mendukung usaha Usmani Muda untuk mengadakan konstitusi bagi Kerajaan Usmani. Pada tanggal 31 Agustus 1876, Abdul Hamid dinobatkan sebagaai Sultan dan tiga bulan kemudian, Midhat Pasya diangkat menjadi Perdana Menteri.

            Dalam pengadaan konstitusi antara Sultan Abdul Hamid dan Usmani tidak terdapat perbedaan faham. Tantangan terhadap pengadaan konstitusi datang pula dari pihak Syaikh Al-Islam dan Pembesar Istana. Menurut mereka rakyat kerajaan Usmani belum matang untuk menerima sistem pemerintahan konstitusional selain itu mereka berpendapat bahwa konstitusional akan mengakibatkan masuknya orang-orang bukan Islam menjdi anggota dalam parlemen. Hal itu sudah barang tentu akan menimbulkan adanya undang-undang yang bertentatangan dengan syar’i. Oleh Karena itu, sistem pemerintahan konstitusional menurut mereka tidak sesuai bahkan bertentangan dengan ajaran Islam.

            Dalam pada itu, golongan Usmani Muda karena masih terikat pada faham-faham kenegaraan seperti yang terdapat dalam Islam memakai term-term Islam dalam menggambarkan faham-faham kenegaraan Barat. Term musyawarah umpamanya dipakai untuk perwakilan rakyat, syari’at untuk konstitusi dan bai’ah untuk keadaulatan rakyat. Golongan ulama setuju dan tidak menentang musyawarah, syari’ah dan bai’ah, dan oleh karena itu mereka dianggap tidak menentang sistem pemerintahan konstitusional. Tetapi antara mereka sebenarnya terdapat perbedan faham. Kalau golongan ulama memahami term-term itu dalam pengertian yang terdapat dalam Islam, golongan Usmani muda memberi pengertian Barat kepadanya.

            Tidak mengherankan kalau dalam suasana seperti digambarkan di atas yang tersusun bukanlah konstitusi yang bersifat demokratis tetapi konstirusi yang bersifat semi demokratis. Konstitusi yang bersifat semi otokratis itu ditandatangani oleh Sultan Abdul Hamid pada tanggal 23 Desember 1876.

            Sifat semi otokratis konstitusi 1876 itu dapat dilihat dari hak-hak serta kekuasaan Sultan. Sultan masih mempunyai kekuasaan besar. Pembatasan kekuasaan absolut seperti yang dikehendaki Usmani muda tidak banyak berhasil. Pembentukan sistem kabinet yang tidak lagi bertanggung jawab kepada Sultan tetapi kepada parlemen sesuai dengan yang dinginkan Turki Usmani tidak berhasil.

Konstitusi 1876 telah diumumkan dan dengan demikian Usmani Muda berhasil dalam meraih cita-cita dan usaha mengadakan undang-undang dasar bagi Kerajaan Usmani, akan tetapi mereka tidak berhasil dalam menguasai kekuasaan absolut Sultan.

            Salah satu sebab dari kegagalan Usmani Muda dalam usaha mengadakan pembaharuan yang efektif tentang sistem pemerintahan di Kerajaan Usmani, terletak pada tidak adanya golongan menengah yang berpendidikan lagi kuat ekonominya untuk mendukung mereka. Ide konstitusi masih terlalu tinggi untuk.bagi rakyat Kerajaan Usmani waktu itu., mereka belum mengerti apa artinya konstitusi dan apa keuntungan yang akan mereka peroleh dari sistem pemerintahan konstitusional. Maka konstitusi diadakan bukan atas desakan rakyat tetapi atas desakan golongan kaum intelegensia. Dan ketika parlemen dibubarkan serta pemimpin-pemimpin Usmani ditangkap dan diasingkan, rakyat tidak bergerak bahkan mengambil sikap pasif.

            Sebab lain terletak pada kenyataan bahwa Sultan, sungguh pun piagam Gulhene dan Piagam Humayun telah ada masih mempunyai kekuasaan yang besar tanpa persetujuannya konstitusi tidak akan ada, dan konstitusi yang akan banyak membatasi kekuasaan sultan sudah barang tentu tidakakan mendapatkan persetujuannya.  Selain itu, belum berpengalamannya Usmani Muda dalam soal-soal konstitusi dan kaburnya institusi ide konstitusi bagi pihak-pihak yang menginginkan konstitusi itu.

            Usmani Muda berkeyakinan bahwa adanya konstitusi merupakan syarat mutlak bagi lancarnya jalan pembaharuan  di bidang-bidang lain dalam hidup kemasyrakatan Kerajaan Usmani. Hal inilah yang mendorong untuk berusaha membatasi kekuasaan absolut Sultan. Setelah parlemen dibubarkan mereka berusaha menggulingkan Sultan Abdul Hamid.

            Kegagalan Usmani Muda dalam mengadakan sistem pemerintahan konstitusional di Kerajaan Usmani dan dalam menjatuhkan Sultan, membuat mereka bukan hanya tidak berhasil tidak dalam usaha pembaharuan, bahkan lebih dari itu, menbuat mereka hilang dari arena pembaharuan di Kerajaan Usmani abad ke-19.     Meskipun memang Sultan Abdul Hamid bersifat absolut, namun beliau bukanlah sultan yang sama sekali tidak setuju dengan pembaharuan. Di zaman pemerintahan absolutnya terjadi juga berbagai pembaharuan. Dalam lapangan pendidikan beliau mendirikan beberapa perguruan tinggi. Di dalam bidang hukum, ia mendirikan mahkamah non-Agama dan membentuk Kementerian kehakiman. Hubungan darat, pos dan telegraf juga ditingkatkan. Demikian pula dengan jumlah percetakan juga mengalami peningkatan.

sumber :  Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Bulan Bintang: Jakarta, 1992.